A.
NAMA
PENDEKATAN
RATIONAL
EMOTIVE BAHVIOR THERAPY
B.
SEJARAH
PERKEMBANGAN
Rasional
Emotive Behavior Therapy (REBT) sebelumnya disebut rational
therapy dan rational emotive therapy, merupakan terapi yang
komprehensif, aktif-direktif, filosofis dan empiris berdasarkan psikoterapi
yang berfokus pada penyelesaian masalah-masalah gangguan emosional dan
perilaku, serta menghantarkan individu untuk lebih bahagia dan hidup yang lebih
bermakna (fulfilling lives). REBT diciptakan dan dikembangkan oleh
Albert Ellis (1950an), seorang psikoterapis yang terinspirasi oleh
ajaran-ajaran filsuf Asia, Yunani, Romawi dan modern yang lebih mengarah pada
teori belajar kognitif. Asal-usul terapi rasional-emotif dapat ditelusuri
dengan filosofi dari Stoicisme di Yunani kuno yang membedakan tindakan dari
interpretasinya. Epictetus dan Marcus Aurelius dalam bukunya “The
Enchiridion”, menyatakan bahwa manusia tidak begitu banyak dipengaruhi oleh
apa yang terjadi pada dirinya, melainkan bagaimana manusia
memandang/menafsirkan apa yang terjadi pada dirinya (People are not
disturbed by things, but by the view they take of them). Pada mulanya Ellis
menggunakan psikoanalisis dan person-centered therapy dalam proses
terapi, namun ia merasa kurang puas dengan pendekatan dan hipotesis tingkah
laku klien yang dipengaruhi oleh sikap dan persepsi mereka. Hal inilah yang
memotiviasi Ellis mengembangkan pendekatan rational emotive dalam
psikoterapi yang ia percaya dapat lebih efektif dan efisien dalam memberikan
efek terapeutik. Ellis mengembangkan teori A-B-C, dan kemudian dimodifikasi
menjadi pendekatan A-B-C-D-E-F yang digunakan untuk memahami kepribadian dan
untuk mengubah kepribadian secara efektif. Pada tahun 1990-an, Ellis mengganti
nama pendekatan tersebut dengan Rasional Emotive Behavior Therapy atau
yang biasa kita singkat menjadi REBT. Sampai saat ini, REBT merupakan salah
satu bagian dari cognitive behavior therapy (CBT).
C.
HAKIKAT
MANUSIA
Pendekatan
Rational Emotive Behavior Therapi (REBT) memandang manusia sebagai individu
yang didominasi oleh sistem berfikir dan sistem perasaan yang berkaitan dalam
sistem psikis individu. Keberfungsian individu secara psikologis ditentukan
oleh fikiran, perasaan dan tingkah laku. Tiga aspek ini saling berkaitan karena
satu aspek mempengaruhi aspek lainnya.
Secara
khusus, pendekatan ini berasumsi bahwa individu memiliki karakteristik sebagai
berikut:
1. Individu
memiliki potensi yang unik untuk berfikir rasional dan irrasional.
2. Pikiran
irasional berasal dari proses belajar, yang irasional didapat dari orangtua dan
budayanya.
3. Manusia
adalah makhluk verbal dan berfikir melalui simbol dan bahasa. Dengan demikian,
gangguan emosional yang dialami individu
disebabkan oleh verbalisasi ide dan pemikiran irrasional
4. Gangguan(self
verbalising) yang terus menerus emosional yang disebabkan oleh verbalisasi dan persepsi serta sikap terhadap kejadian
merupakan akar permasalahan, bukan karena kejadian itu sendiri.
5. Individu
memiliki potensi untuk mengubah arah hidup personal dan sosialnya.
6. Pikiran
dan perasaan yang negatif dan merusak diri dapat diserang dengan mengorganisasikan kembali persepsi
dan pemikiran, sehingga menjadi logis dan rasional.
Secara dialektik, REBT
berasumsi bahwa berfikir logis itu tudak mudah, kebanyakan individu cenderung
ahli dalam berfikir tidak logis. Contoh berfikir tidak logis biasanya banyak
menguasai individu adalah:
·
Saya harus sempurna
·
Saya baru saja melakukan kesalahan,
bodoh sekali!
·
Ini adalah bukti bahwa saya tidak
sempurna, maka saya tidak berguna.
Secara
sistem nilai, terdapat dua nilai eksplisit yang biasanya dipegang oleh individu
namun tidak sering diverbalkan, yaitu (1) nilai untuk bertahan hidup (survival)
dan (2) nilai kesenangan (enjoyment). Kedua nilai ini didesain oleh individu
agar ia dapat hidup lebih panjang, menetralisir stress emosional dan tingkah
laku yang merusak diri, serta mengaktualisasikan diri sehingga individu dapat
hidup dengan penuh bahagia.
Meskipun
teori ini tidak membahas tahap perkembangan individu, pendapat REBT bahwa
anak-anak paling gampang terkena pengaruh dari luar dan memiliki cara berfikir
yang tidak rasional daripada orang dewasa. Pada dasarnya,mausia itu naif, mudah
disugesti, dan mudah terusik. Secara keseluruhan orang mempunyai kemampuan
dalam dirinya sendiri untuk mengontrol pikiran, perasaan dan tindakan, tetapi
pertama-tama dia harus menyadari apa yang mereka katakan pada diri sendiri
(bicara pada diri sendiri) untuk mendapatkan atas kehidupannya.
Ellis
mengidentifikasi sebelas keyakinan irrasional individu yang dapat mengakibatkan
masalah, yaitu:
1. Saya
yakin harus dicintai atau disetujui oleh hampir setipa orang dimana saya
menjalin kontak.
2. Saya
yakin mestinya harus benar-benar kompeten, adekuat dan mencapai satu tingkat
penghargaan yang diakui seutuhnya.
3. Beberapa
orang berwatak buruk, jahat dan kejam, karena itu mereka layak disalahkan dan
dihukum.
4. Menjadi
sebuah bencana besar ketika suatu hal terjadi seperti yang tidak pernah saya
inginkan.
5. Ketidakbahagiaan
disebabkan oleh situasi tertentu yang berada diluar kemampuan saya
mengendalikannya.
6. Hal-hal
yang berbahaya atau menakutkan adalah sumber terbesar kekhawatiran, dan saya
harus mewaspadai potensi destruktifnya.
7. Lebih
mudah menghindari kesulitan dan tanggung jawab tertentu ketimbang
menghadapinya.
8. Saya
meatinya bergantung pada beberapa hal dan orang lain, dan mestinya memiliki
orang-orang yang sungguh bisa diandalkan untuk memperhatikan saya.
9. Pengalaman
dan kejadian masa lalu menentukan perilaku saya saat ini; pengaruh masa lalu
tidak pernah bisa dihapus.
10. Saya
mestinya cukup kesal terhadap problem dan gangguan yang ditimbulkan orang lain.
11. Selalu
terdapat solusi benar atau sempurna untuk setiap problem, dan itu mestinya bisa
ditemukan, atau problemnya tidak akan pernah selesai hingga tuntas.
12.
D.
PERKEMBANGAN
PERILAKU
1. STRUKTUR
KEPRIBADIAN
Pandangan
pendekatan rasional emotif tentang kepribadian dapat dikaji dari konsep-konsep
kunci teori Albert Ellis : ada tiga pilar yang membangun tingkah laku individu,
yaitu Activating event (A), Belief (B), dan Emotional
consequence (C). Kerangka pilar ini yang kemudian dikenal dengan konsep
atau teori ABC.
Activating event (A)
yaitu
segenap peristiwa luar yang dialami atau memapar individu. Peristiwa pendahulu
yang berupa fakta, kejadian, tingkah laku, atau sikap orang lain. Perceraian
suatu keluarga, kelulusan bagi siswa, dan seleksi masuk bagi calon karyawan
merupakan antecendent event bagi seseorang.
Belief
(B) yaitu keyakinan, pandangan, nilai, atau verbalisasi diri individu
terhadap suatu peristiwa. Keyakinan seseorang ada dua macam, yaitu keyakinan
yang rasional (rational belief atau rB) dan keyakinan yang tidak
rasional (irrasional belief atau iB). Keyakinan yang rasional merupakan
cara berpikir atau sistem keyakinan yang tepat, masuk akal, bijaksana, dan
karena itu menjadi produktif. Keyakinan yang tidak rasional merupakan keyakinan
atau sistem berpikir seseorang yang salah, tidak masuk akal, emosional, dan
karena itu tidak produktif.
Emotional
consequence (C) merupakan konsekuensi emosional sebagai akibat atau
reaksi individu dalam bentuk perasaan senang atau hambatan emosi dalam
hubungannya dengan antecendent event (A). Konsekuensi emosional ini
bukan akibat langsung dari A tetapi disebabkan oleh beberapa variable antara
dalam bentuk keyakinan (B) baik yang rB maupun yang iB.
Disputing
(D), terdapat tiga bagian dalam tahap disputing, yaitu:
1)
Detecting irrational beliefs
Konselor
menemukan keyakinan klien yang irasional dan membantu klien untuk menemukan
keyakinan irasionalnya melalui persepsinya sendiri.
2)
Discriminating irrational beliefs
Biasanya
keyakinan irasional diungkapkan dengan kata-kata: harus, pokoknya atau
tuntutan-tuntutan lain yang tidak realistik. Membantu klien untuk mengetahui
mana keyakinan yang rasional dan yang tidak rasional.
3)
Debating irrational beliefs
Beberapa
strategi yang dapat digunakan:
The lecture
(mini-lecture), memberikan penjelasan.
Socratic debate,
mengajak klien untuk beradu argumen.
Humor,
creativity seperti: cerita, metaphors, dll.
Self-disclosure:
keterbukaan konselor tentang dirinya (kisah konselor, dll)
2. PRIBADI
SEHAT DAN BERMASALAH
a. Pribadi
Sehat
Individu
yang dapat berpikir secara rasional dalam menanggapi setiap rangsangan terhadap
dirinya.
b. Pribadi
Bermasalah
Dalam
perspektif pendekatan konseling rasional emotif tingkah laku bermasalah adalah
merupakan tingkah laku yang didasarkan pada cara berpikir yang irrasional.
Terdapat tujuh faktor yang dapat digunakan untuk mendeteksi pikiran irasional,
yaitu:
1. Lihat
pada generalisasi yang berlebihan (overgeneralization)
2. Lihat
pada distorsi (distortion)
3. Lihat
pada hal-hal yang dihapus (deletion)
4. Lihat
pada hal-hal yang dianggap tragedi atau bencana (catastrophising)
5. Lihat
pada penggunaan kata-kata absolut
6. Lihat
pada pernyataan yang menunjukkan ketidaksetujuan terhadap sesuatu atau
seseorang yang konseli pikir mereka tidak dapat menahannya.
7. Lihat
pada ramalan atau prediksi masa depan.
E.
HAKIKAT
KONSELING
Konseling
rasional emotif dilakukan dengan menggunakan prosedur yang bervariasi dan
sistematis yang secara khusus dimaksudkan untuk mengubah tingkah laku dalam
batas-batas tujuan yang disusun secara bersama-sama oleh konselor dan klien.
Karakteristik Proses Konseling Rasional-Emotif :
1. Aktif-direktif,
artinya bahwa dalam hubungan konseling konselor lebih aktif membantu
mengarahkan klien dalam menghadapi dan memecahkan masalahnya.
2. Kognitif-eksperiensial, artinya bahwa
hubungan yang dibentuk berfokus pada aspek kognitif dari klien dan berintikan pemecahan
masalah yang rasional.
3. Emotif-ekspreriensial,
artinya bahwa hubungan konseling yang dikembangkan juga memfokuskan pada aspek
emosi klien dengan mempelajari sumber-sumber gangguan emosional, sekaligus
membongkar akar-akar keyakinan yang keliru yang mendasari gangguan tersebut.
4. Behavioristik,
artinya bahwa hubungan konseling yang dikembangkan hendaknya menyentuh dan
mendorong terjadinya perubahan tingkah laku klien.
F.
KONDISI
PENGUBAHAN
1.
TUJUAN
Tujuan utama REBT
berfokus pada membantu konseli untuk menyadari bahwa mereka dapat hidup
rasional dan produktif. REBT
membatu konseli agar berhenti membuat
tuntutan dan merasa kecal melalui kekacauan, konseli dalam REBT dapat
mrngekspresikan beberapa perasaan negatif, tetapi tujuan utamanyaadalahmembatu klien
agar tidak memberikan tanggapan emosional melebihi yang selayaknya tehadap
sesuatu peristiwa.
REBT juga mendorong
konseli untuk lebih toleran terhadap diri sendiri dan orang lain, serta mengajak mereka untuk
mencapai tujuan pribadi. Tujuan trsebut dicapai dengan mengajak orang berfikir
rasional untuk mengubah tingkah laku menghancurkan diri dan dengan membantunya
mempelajari cara bertindak yang baru.
2.
SIKAP,
PERAN DAN TUGAS KONSELOR
Tugas utama konselor
dalam hal ini secara pokok ada dua:
1. Interpersonal,
yaitu membangun hubungan terapeutik, membangun rapport, dan suasana kolaboratif
2. Organisational,
yaitu bersosialisasi dengan konseli untuk memulai terapi, mengadakan proses
assesmen awal, menyetujui wilayah masalah dan membangun tujuan konseling.
Konselor harus aktif
dan langsung. Mereka adalah instruktur yang mengajarkan danmembetulkan kognisi
konseli. Melawan keyakinan yang tertanam kuat membutuhkan lebih dari sekedar
logika. Dibutuhkan repetisi dan konsistensi. Oleh karena itu, konselor harus
menyimak dengan cermat untuk menemukan pernyataan tidak logisatau salah dari
kliennya dan keyakionan yang bertentangan. Konselor harus cerdas, berwawasan,
empatik, respek, tulus, konkret, bertekad kuat, ilmiah, berminat membantu orang
lain, dan pengguna REBT.
Terapis REBT menganggap
bahwa kondisi fasilitatif inti dari empati, penerimaan tanpa syarat dan
keaslian sering diinginkan, namun itu tidak cukup untuk merubah dalam terapi
konstruktif. Untuk membatu perubahan tersebut terjadi, teripis REBT perlu
membantu klien mereka untuk melakukan hal berikut:
·
Sadarilah bahwa sebagian besar maslah
psikologis ditimbulkan oleh mereka sendiri.
·
Mengakui sepenuhnya bahwa mereka mampu
mengatasi masalahnya.
·
Memahami bahwa maslah mereka berasal
dari sebagian besar keyakinan mereka yang irrasional.
·
Mendeteksi keyakinan irrasional dan membedakannya
dengan keyakinan rasional mereka.
·
Periksa keyakinan irasional mereka dan
keyakinan rasional mereka sampai mereka melihat dengan jelas bahwa keyakinan
irasional mereka adalah palsu, tidak logis dan tidak konstruktif, sementara
keyakinan rasional mereka benar, masuk akal dan konstruktif.
·
Berusaha menuju internalisasi
keyakinanbaru mereka yang irrasional dengan menggunakan berbagai metode
kognitif (termasuk imaginal), emosi dan metode perubahan perilaku. Dalam
tindakan tertentu dengan cara-cara yang konsisten dengan keyakinan rasional
mereka ingin mengembangkan dan menahan diri dari bertindak dengan konsisten
menggunakan keyakinan lema mereka yang irasional.
·
Perluas proses pemeriksaan keyakinan dan
menggunakan metode perubahan multimodal ke daerah kehidupan mereka yang lain
dan berkomitmen untuk melakukannya selama diperlukan.
3. SIKAP,
PERAN DAN TUGAS KONSELI
Umumnya, peran klien dalam REBT mirip seorang siswa
atau pelajar. Proses konseling dipandang sebagai suatu proses reedukatif di
mana klien belajar cara menerapkan pikiran logis pada pemecahan masalah.
Pengamalam utama klien adalah mencapai pemahaman
emosional atas sumber-sumber gangguan yang dialaminya. Pada taraf pertama,
klien menjadi sadar bahwa ada anteseden tertentu yang menyebabkan timbulnya
irrasional belief. Taraf kedua, klien mengakui dirinyalah yang sekarang
mempertahankan pikiran-pikiran dan perasaan-perasaan yang irrasional. Tahap
ketiga, klien berusaha untuk menghadapi secara rasional-emotif, memikirkannya,
dan berusaha menghapus irrational belief dan mengggantinya dengan rational
belief.
Klien yang telah memiliki keyakinan rasional terjadi
peningkatan dalam hal : (1) minat kepada diri sendiri, (2) minat sosial, (3)
pengarahan diri, (4) toleransi terhadap pihak lain, (5) fleksibel, (6) menerima
ketidakpastian, (7) komitmen terhadap sesuatu di luar dirinya, (8) penerimaan
diri, (9) berani mengambil risiko, dan (10) menerima kenyataan.
4. SITUASI
HUBUNGAN
Kerena REBT pada
dasarnya adalah proses perilaku kognitif dan direktif, sebuah hubungan intens
antara terapis dan klien
tidak diperlukan. Seperti halnya terapi person centered Rogers, praktisi REBT
menerima tanpa syarat semua klien den juga mengajarkan mereja untukm menerima
oranglain tanpa syarat dan diri mereka sendiri.
Namun, Ellis yakin
bahwa terlalu banyak kehangatan dan pemahaman dapat menjadi kontraproduktif
dengan menumpuk rasa ketergantungan persetujuan dari terapis. Praktisi REBT menerima
klien mereka sebagai makhluk tidak
sempurna yang dapat dibantu melalui berbagai teknik mengajar, biblioterapi dan modifikasi
perilaku,. Ellis membangun hubungan dengan kliennya dengan menunjukkan kepada
mereka bahwa ia memiliki iman yang besar dalam kemampuan mereka untuk merubah
diri mereka sendiri dan bahwa ia memiliki alat untuk membantu mereka melakukan
hal ini.
Terapis REBT sering
terbuka dan langsung dalam pengungkapan keyakinan diri dan nilai-nilai. Mereka
bersedia untuk berbagi ketidaksempurnaan diri mereka sebagai cara untuk
memperjuangkan gagasan realistis klien. Itu adalah penting untuk membangun
sebanyak mungkin hubungan egaliter, sebagai lawan untuk menghadirkan diri
sebagai sebuah otoritas.
G.
MEKANISME
PENGUBAHAN
1. TAHAP-TAHAP
KONSELING
TAHAP I
Proses dimana konseli
diperlihatkan dan disadarkan bahwa mereka tidak logis dan irrasional. Proses
ini memnbantu klien memahami bagaimana dan mengapa dapat terjadi irrasional.
Pada tahap ini konseli diajarkan bahwa mereka mempunyai potensi untuk mengubah hal tersebut.
TAHAP II
Pada tahap ini konseli
dibantu untuk yakin bahwa pemikiran dan perasaan negatif tersebut dapat
ditantang dan diubah. Pada tahap ini konseli mengeksplorasi ide-ide untuk
menentukan tujuan-tujuan rasional. Konselor juga mendebat pikiran irasional
konseli dengan menggunakan pertanyaan untuk menantang validitas ide tentang
diri, orang lain dan lingkungan sekitar. Pada tahap ini konselor menggunakan
teknik-teknik konseling REBT untuk membantu konseli mengembangkan pikiran
rasional.
TAHAP III
Tahap akhir, konseli
dibantu untuk secara terus menerus mengembangkan pikiran rsional serta
mengembangkan fillosofi hidup yang rasional sehingga konseli tidak terjebak
pada masalah yang disebabkan oleh pemikirian irasional.
Tahap-tahap ini
merupakanproses natural dan berkelanjutan. tahap ini menggambarkan keseluruhan
proses konseling yang dilalui oleh konselor dan konseli.
2. TEKNIK-TEKNIK
KONSELING
TEKNIK KOGNITIF
·
Dispute Kognitif (cognitif diputation)
·
Analisis Rasional (ratinal analysis)
·
Dispute standar ganda (double-standart
dispute)
·
Skala katastropi (catastrophe scale)
·
Devil’s advocate atau rational role
riversal
·
Membuat frame ulang (refeaming)
TEKNIK IMAGERI
·
Dispute imajinasi ( imaginal
disputation)
·
Kartu kontrol emosional ( the emotional
control card – ECC)
·
Proyeksi Waktu (time projection)
·
Teknik melebih-lebihkan (the blow-up
technique)
TEKNIK BEHAVIORAL
·
Dispute tingkah laku (behavioral
disputation)
·
Bermain peran (role playing)
·
Peran rsional tebalik (ratinal role
reversal)
·
Pengalaman langsung (exposure)
·
Menyerang rasa malu (shame attacking)
·
Pekerjaan rumah (homework assignment)
H.
HASIL
PENELITIAN
1. Aaron
Beck – Cognitive Therapy
Cognitive Therapy,
didasarkan pada alasan teoritis bahwa cara orang merasakan dan berperilaku
ditentukan oleh bagaimana mereka memahami dan struktur pengalaman mereka
2. Donald
Maichenbaum – Cognitive Behavior Modification
Cognitive Behavior
Modification, pernyataan terhadap diri dalam banyak hal juga mempengaruhi diri
seperti halnya pernyataan dari orang lain. Merubah pola sifat untuk mengevaluasi perilaku.
I.
KELEMAHAN
DAN KEKUATAN
KEKUATAN
· Pendekatan
ini jelas, mudah dipelajari dan efektif. Kebanyakan klian hanya
mengalamisedikit kesulitan dalam mengalami prinsip ataupun terminologi REBT.
· Pendekatan
ini ddapat dengan mudahnya dikombinasikan dengan teknik tingkah laku lainnya
untuk membantu klian mengalami apa yang mereka pelajari lebih jauh lagi.
· Pendekatan
ini relatif singkat dan klian dapat melanjutkan penggunaan pendekatan ini
secara swa-bantu.
· Pendekatan
ini telah menghasilkan banyak literatur dan penelitian untuk klian dan
konselor. Hanya sedikit teori lain yang dapat mengembangkan materi biblioterapi
seperti ini.
· Pendekatan
ini terus-menerus berevolusi selama bertahun-tahun dan teknik-tekniknya telah
diperbaiki.
· Pendekatan
ini telah dibuktikan efektif dalam merawat gangguan kesehatan mental parah
seperti depresi dan anseitas
KELEMAHAN
· Pendekatan
ini tidak dapat digunakan secara efektif pada individu yang mempunyai gangguan
atau keterbatasan mental, seperti schizophrenia, dan mereka yang mempunyai
kelainan pemikiran yang berat.
· Pendekatan
ini terlalu diasosiasikan dengan penemunya, Albert Ellis. Banyak individu yang
mengalami kesulitan dalam memisahkan teori dari ke-eksentrikan Ellis.
· Pendekatan
ini langsung dan berpotensi membuatkonselor terlalu fanatik dan ada kemungkinan
tidak merawat klien seideal yang semestinya.
· Pendekatan
yang menekankan pada perubahan pikiran bukanlah cara yang paling sederhana
dalam membantu klien mengubah emosinya.
J.
SUBER
RUJUKAN
·
Corey, G. 2009. Theory and
Practice of Counseling and Psychotherapy, 9th. Belmont,
California : Brooks/Cole.
·
Nelson-Jones,
R. 2011. Theory and Practice of Counseling and Therapy,
4th. Terjemahan
Helly Prajitno & Sri Mulyantini. 2012. Jakarta : Pustaka Pelajar
·
Komalasari, Gantina. Teori dan Teknik
Konseling. 2011. Jakarta : Indeks
·
Parrot
III, L. 2003. Counseling and Psychotherapy. Pacific Grove,
2nd.
CA: Brooks/Cole.
·
Gladding, Samuel T. 2009. Konseling:
Profesi yang Menyeluruh (edisi enam). Terjemahan P.M. Winarno &
Lilian Yuwono. 2012. Jakarta: PT. Indeks.
·
Thomson, A. Rosemary. 2003. Counseling
Techniques, 2nd. London : Roudledge
·
Ellis, Albert & Dryden, Windy. 1997.
The Practice of Rational Emotive Behavior Therapy, New York :
Springer Publishing
·
Dryden, Windy & Neenan, Michael.
2006. Rational Emotive Behavior Therapy : 100 Key Point . New
York : Routledge